Mata Hati (CERPEN KELUARGA)



"Mata Hati terdiri dari kata "Mata" dan "Hati",  mata dan hati merupakan bagian dari panca indra     manusia. Namun Mata Hati bukan merupakan bagian dari panca indra manusia karena mata hati bila   kita artikan merupakan perasaan terdalam manusia".

Seorang anak perempuan yang sudah tumbuh dewasa, merantau jauh dari orang tuanya, bak ayam yang lepas dari induknya. namun tetaplah memiliki perasaan yang dalam untuk orang tua dan keluarganya.

Aku merupakan anak yang cukup mandiri, sudah sedari dulu sejak duduk dibangku sekolah menengah pertama harus meninggalkan orang tua dan kampung halamanku. alasannya sih berkedok untuk menjalani pendidikan dikota agar lebih layak daripada pendidikan di kampung halamanku.

Anak rantau sepertiku untuk sekedar melihat senyum kecil adikku, untuk sekedar mendengar langsung tawa bapakku,  untuk sekedar menyantap masakan ibuku membutuhkan waktu satu tahun lamanya agar bisa melihat dan merasakannya.

Kebetulan saat itu aku sudah bisa mencium aroma sedap masakan ibuku, ya aku sedang berada di kampung halaman karena libur kuliah. 
" bangun-bangun tidur terus, ga akan sahur emang?" ibuku berteriak dari dapur. Itu kebiasaanya ketika membangunkan anak gadisnya.
Berbeda dengan bapakku yang mengeluarkan suara lembut sebari berkata "nak bangun, ayo kita sahur bareng".
mendengar suara merdunya membuatku semakin nyaman untuk memasuki alam bawah sadarku.

Ramadhan tahun ini aku melihat perbedaan pada diri bapakku, tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Biasanya kegiatan bapakku hanya pergi kekebun karet dari pagi hingga menjelang sore, sampi-sampai ibukku merasa bosan dan tak jarang mereka akan bertengkar karena masalah jam bekerja yang terlalu lama.

Masih kuingat tiga hari setelah lebaran, bibi dan pamanku mengajak untuk berlibur. Di pagi itu, ibukku sibuk menyuruh anak-anaknya untuk mandi dan bersiap karena akan pergi dengan mereka. Aku bingung, bagaimana caranya?
Anggota keluargaku terdiri dari lima orang dan tidak memiliki kendaraan bermobil, hanya memiliki kendaraan bermotor itupun sudah terlihat usang.
Dan semakin membuatku bingung, kita akan pergi dengan siapa?
dalam hatiku berkata "halah males dandan, lagian mau pergi dengan siapa? bapakku? mana mau dia".
Ya karena bapakku tidak akan pernah mau untuk pergi apalagi hanya untuk berlibur menikamti pemandangan, menikmati kuliner yang ada.

Aku bertanya pada ibu "memang mau pergi dengan siapa?"
"siapa lagi kalau bukan sama mamak dan bapak" sahut ibukku.
sontak mataku semakin membesar seolah bola mata akan keluar sambil berkata "bapak? mana mau haha, perjalannya juga jauh naik motor lagi"
"sudah cepat jangan banyak tanya" ujar ibuku

Selama perjalan aku duduk di belakang bapakku, melihat bahunya yang lebar membuatku ingin menyandarkan kepala sebari menutup mata merasakan kenyamanan itu. 
yaaaaaa sudahlah itu semua hanya hayalan saja, mungkin terakhir ku dipeluk dan diusapnya saat masih bayi.

Sesampainya di tempat tujuan bapakku langsung memesan mie ayam, makanan kesukaannya tentunya kesukaanku juga. hehehehe
sedang menikmati mie ayam dan es kelapa sambil memandangi sungai bapakku menyeletuk 
"bapak  kalau bukan karena anak-anak mana mau pergi jauh hanya untuk memakan mie ayam dan memandangi sungai"

Aku terdiam, tak tau harus merespon perkataannya seperti apa. namun kumenyadari perasaan paling terdalamku mulai bereaksi. 

Itulah bapakku, sesosok pria yang berbahu lebar dan sangat tangguh, apapun akan Ia lakukan demi keluarganya.
Mungkin mata kita jarang untuk saling memandangi satu sama lain. 
namun dimanapun aku berada dan keluargaku berada, sejauh apapun jarak yang memisahkan kita aku percaya mata hati kita saling tertuju.



------------------------------------------------------"_"----------------------------------------------------------------

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer